Minggu, 19 Januari 2014

LAPORAN FILE WORK - KAMPUNG NAGA ( PERKAMPUNGAN YANG KAYA AKAN FALSAFAHNYA )

Gambar 1.1 Tugu Kujang Pusaka
(merupakan gerbang masuknya ke perkampungan Budaya Kampung Naga) 



LAPORAN
FILE WORK
KAMPUNG NAGA

                    Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS) 3
Dosen Pengampu : Imas Masitoh, SH, MSI


Oleh :


Desi Destiani
NIM 1251.036
 

PRODI PGSD/MI
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA-TASIKMALAYA
2014




BAB 1
PENDAHULUAN
 1.1  LATAR BELAKANG

Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Sebenarnya masyarakat Kampung Naga mempunyai salah satu falsafah untuk perlindungan budaya yang diyakininya, yaitu ‘Alam jeung Jaman Kawulaan, Saur Elingkeun’. Dengan mencermati dan menghayati falsafah itu, secara otomatis masyarakat adat punya rasa kesadaran serta tanggung jawab untuk menjalankan amanah yang diwariskan leluhur.
Kampung Naga juga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain yang lebih modern. Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban modern. Kampung Naga kerap menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Meski pun demikian masyarakat Kampung Naga sepenuhnya beragama Islam. Namun masih tertutup terhadap perubahan.
Kampung Naga yang terletak di lembah subur dengan lereng curam sebagai batas alam, di mana seratu tigaa belas bangunan beratap ijuk berdiri teratur membentuk sebuah kampung tradisional di tatar Sunda. Masyarakat Kampung Naga, tampaknya merupakan bagian dari tidak banyak kearifan masyarakat Indonesia yang “tersisa”. Perlakuan mereka terhadap keanekaragaman hayati adalah sebuah kemulian yang jarang dimiliki masyarakat modern. Saat tetangga-tetangga mereka di lain kampung gegap-gempita tenggelam dalam riuh rendah penyeragaman hayati revolusi hijau. Mereka tak tergiur. Mereka tetap memilih varietas padi lokal berusia panjang untuk memenuhi sawah dan huma mereka.
Saat ini kita semua berada dalam era modernisasi dengan segala aspek negatif maupun positifnya. Arus modernisasi tidak bisa dihindari, cepat atau lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan Kampung Naga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di kehidupan masyarakat kampung naga. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam bahkan pola perilaku masyarakat Kampung Naga telah bergeser, begitu pula dengan pakaian dan alat keseharian yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan hal tersebut disadari sebagai westernisasi yang dibawa oleh Televisi salah satunya.
Oleh karena itu kami mencari inpormasi dengan mengunjungi secara langsung bagaimana peradaban (kehidupan) di Kampung Naga, khususnya segala hal yang bersangkutan dengan materi yang kami kaji tentang “Agama , Sosial dan Budaya” di Kampung Naga.

1.2  PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas penulis bertolak dari merumuskan masalah sebagai berikut :
A. Bagaimana sistem masyarakat di Kampung Naga?
  1. Bagaimana sistem kepercayaan (religi) yang di anut oleh masyarakat Kampung Naga?
  2. Bagaimana sistem hukum, sosial, budaya serta bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga ?

1.3  TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A.    Untuk mengetahui bagaimana sistem masyarakat di Kampung Naga.
B.     Untuk mengetahui sistem kepercayaan (religi) yang dianut oleh masyarakat Kampung Naga.
C.     Untuk mengetahui sistem hukum, sosial, budaya serta bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga.
D.    Lebih dari itu untuk menyelesaikan salah satu tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Filsafat Umum.

1.4  SASARAN
Seperti yang telah di singgung tadi sasaran penelitian kami atau sasaran (objek) kajian kami yaitu masyarakat budaya Kampung Naga. Dengan kearifannya di tengah moderenisasi ini kami tertarik untuk mengetahui bagaimana kehidupan yang masyarakat Kampung Naga dari segi kepercayaan (Agama) yang dianutnya, sosial juga budaya yang senantiasa terus dilestarikan turun temurun, yang hingga kini masih tetap terjaga.
Ada pun sasaran informasi secara khusus kami gali dari :
A.    Masyarakat kampung Naga
B.     Informan kunci : Pemandu , Kuwu , Lebe , Punduh Adat.

1.5  METODE YANG DIGUNAKAN
A.    Penelitian dilakukan secara deskriftif dengan metode survey, penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual dari objek yang kita teliti.
B.     Tekhnik dilapangan dengan mengunakan pendekatan kualitatif, dengan metodesebagai berikut :
a.       Kajian Pustaka
b.      Observasi
c.       Wawancara
d.      Diskusi terfokus.

BAB 2
PEMBAHASAN 

2.1 GAMBARAN KEHIDUPAN (SISTEM MASYARAKAT) KAMPUNG NAGA
            Berbicara gambaran kehidupan (Sistem Masyarakat) Kampung Naga tidak akan pernah terlepas dari bagai mana asal-usul Kampung Naga, kondisi geografis , perkembangan penduduk Kampung Naga dan tentunya sistem adat Masyarakat itu sendiri. Sungguh gambaran kehidupan yang sangat syarat akan falsafahnya dan juga sangat mengedepankan kearifan. Oleh karena itu kami mencoba menguraikan tentang hal-hal tersebut sesuai dengan informasi yang kami dapatkan melalui wawancara, kajian pustaka, observasi dan juga diskusi terpokus. Dan di itu semua menghasilkan penjelasan sebagai berikut:
A.    SEJARAH KAMPUNG NAGA
Kendati pada saat kami mengunjungi Kapung Naga kami kesulitan mencari informasi mengenai asal-usul Kampung Naga karena kami datang di hari yang kurang tepat di hari diamana ada larangan menceritakan silsilah Kampung Naga itu sendiri, yaitu di hari rabu. Namun kami mencari informasi dari sumber lain yaitu melalui kajian pustaka dan ternyata terdapat banyak versi. Dan ini lah yang dapat kami uraikan.
Sejarah asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Dan ada pun informasi yang kami dapatkan mengapa perkampungan budaya tersebut di namai Kampung Naga yaitu, mungkin terlintas dalam pikiran kita, barangkali ketika mendengar nama Kampung Naga. Ternyata bentuk asli dari kampung tersebut sangat berbeda dengan namanya, dan gambaran kita tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga yang berada di sana. Nama Kampung Naga tu sendiri ternyata merupakan suatu singkatan kata dari Kampung diNa Gawir[1] ( red. bahasa sunda ) yang artinya adalah merupakan kampung yang berada di lembah yang subur.
Nenek moyang Kampung Naga Sendiri konon adalah Eyang Singaparna yang makamnya sendiri terletak di sebuah hutan di sebelah barat Kampung Naga. Yang membuat Kampung Naga ini unik adalah karena penduduk ini ‘seperti’ tidak terpengaruh dengan modernitas dan masih tetap memegang teguh adat istiadat yang secara turun temurun. Kepatuhan warga Sanaga ( red. Warga asli kampung Naga ) dalam mempertahankan upacara – upacara adat, termasuk juga pola hidup mereka yang tetap selaras dengan adat leluhurnya seperti dalam hal religi da upacara, mata pencaharian, pengetahuan, kesenian, bahasa dan tata cara leluhurnya.
B.     KONDISI GEOGRAFIS WILAYAH MASYARAKAT KAMPUNG NAGA
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber iarnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked) sampai ketepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah ditembok. Nah yang unik banyak orang mencoba menghitung anak tangga ini, dan sampai sekarang jumlah pastinya tidak ada yang tahu. Pasalnya, setiap tiap orang yang menghitungnya hasilnya selalu berbeda-beda.
C.    PERKEMBANGAN PENDUDUK KAMPUNG NAGA
Berdasarkan hasil observasi dan sensus penduduk tahun 2004 masyarakat Kampung Naga berpenduduk kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga. Populasi kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa jumlah penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk mencari pekerjaan di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta. Kuncen atau tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada tahun 1979, 10 tahun kemudian ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang yang terdiri atas kira-kira 100 keluarga. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, yang dikombinasikan dengan kebudayaan setempat warisan dari nenek moyang dulu. Jumlah keseluruhan penduduk  sekitar 326 orang.
Seperti yang telah disinggung diatas masyarakat Kampung Naga terus berkurang, dan inpormasi terakhir saat kami mengunjung Kampung naga dan menanyakan langsung bagaimana perkembangan masyarakat Kampung Naga tersebut didapat informasi yaitu, jumlah Kepala Keluarga di kampong tersebut yaitu, 108 KK dan jumlah jiwanya sendiri yaitu 315 jiwa.
Masyarakat Kampung Naga memilki tempat-tempat larangan yaitu : 2 hutan larangan, sebelah Timur dan Barat, tempat ini tidak boleh dimasuki oleh seorangpun kecuali pada waktu upacara atau berziarah. Ada satu buah bangunan yang dianggap keramat yaitu “Bumi Ageung” yaitu tempat pelaksanaan rutinitas upacara adat, tempat ini tidak boleh dimasuki kecuali oleh Ketua Adat atau Kuncen. Hari yang diagungkan masyarakat Kampung Naga diantaranya hari Selasa, Rabu dan Sabtu.Pada hari itu masyarakat dilarang untuk menceritakan asal usul atau sejarah mengenai Kampung Naga dan  pada bulan Syafar tidak boleh melaksanakan upacara adat atau berziarah. Dalam pembangunan rumah-rumah diatur sedemikian rupa yaitu dengan membujur Timur Barat menghadap ke Selatan, setiap rumah harus saling berhadapan untuk menjaga kerukunan antar warga. Praktek pembangunannya pun mempunyai wawasan lingkungan yang futuristik, baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun budaya.
Bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Masyarakat Kampung Naga sebenarnya tidak menutup diri terhadap perkembangan, saat kunjungan, saat kami mulai memasuki perkampungan kami melihat antenna televisi yang menjulang dan saat kami tanyakan kepada pemandu mengingat menurut informasi di Kampung tersebut belum terdapat listrik, dan menurut pemandu  memang di perkampungan tersebut sudah ada televisi namun menggunakan accumulator (aki) dan televisi yang di gunakan pun masih televise tabung (hitam-putih). Karena masyarakat Kampung Naga sangat menghargai kemerataan (persamaan) dan kearifan. Televisi tabunng dianggap dapat terjangkau oleh seluruh masyarakat Kampung Naga oleh karena itu tidak mungkin terjadi perbedaan. Kami pun melihat pemandu kami menggunakan Hand Phone dan ternyata masyarakat Kampung Naga pun sudah mengenal alat komunikasi selular Hand Phone tersebut, namun tidak terlalu mengikuti jaman seperti menggunakan Blackberry atau pun Android. Alat komunikasi nya pun hanya sekedarnya saja. Itu pun di gunakan untuk para pemandu atau pun warga yang memiliki sanak saudara jauh di kota sehingga untuk memudahkan berkomunikasi.
Dari segi perkembangan ternyata masyarakat Kampung Naga tidak menolak adanya perkembangan jaman bahkan mendukung namun mereka tidak mau meninggalkan warisan leluhurnya dan tetap mempertahankan budaya juga keaslian tradisinya.
D.    SISTEM KEMASYARAKATAN
Dalam system kekerabatan masyarakat kampung naga menganut sistem Bilateral, yang artinya menarik keturunan dari garis ibu dan ayah. Sedang untuk sistem pemerintahan sendiri masyarakat kampung naga tetap mengakui adanya sistem kemasyarakatan Formal dan Non-formal.
Dalam sistem formal meliputi kepala RT dan Kepala Dusun dan semua unsur yang terkait didalamnya, termasuk sistem pemerintahan. Dalam sistem Non-formal, masyarakat kampung naga mengenal dan mengakui adanaya Kuncen (juru kunci) sebagi pemangku adat. Ada juga Punduh yang berfungsi mengurusi masyarakat dalam kerja sehari-hari. Dirinya bertindak sebagai pengayom masyarakat apabila ada kegiatan kemasyarakatan. Begitupula dengan bidang keagaman yang diusus oleh Leube. Dirinya punya wewenag dan tanggungjawab dalam mengurus masyarakat pada masalah keagamaan dan hal lain yang terkait dengan agama. Kemasyarakatan di Kampung Naga masih sangat lekat dengan budaya gotong royong, hormat menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi.
Lebih jauh menilik pola hidup dan kepemimpinan Kampung Naga, kita akan mendapatkan dua pemimpin dengan tugasnya masing – masing yaitu pemerintahan desa dan pemimpin adat atau yang oleh masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Peran keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga Sanaga. Sang Kuncen yang meski begitu berkuasa dalam hal adapt istiadat jika berhubungan dengan system pemerintahan desa maka harus taat dan patuh pada RT atau RW, begitupun sebaliknya RT atau RW haruslah taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan adat istiadat dan kehidupan rohani penduduk Kampung Naga.
Lembaga Pemerintahan
Sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada sistem atau lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di Kampung Naga. Ada dua lembaga yaitu :
·         Lembaga Pemerintahan
o   RT
o   RK / RW
o   Kudus ( Kepala Dusun )
·         Lembaga Adat
o   Kuncen dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai pemangku adat dan memimpin upacara adat dalam berziarah.
o   Punduh dijabat oleh Bapak Ma’mun
o   Lebe dijabat oleh Bapak Ateng yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai akhir sesuai dengan syariat Islam.



E.     SISTEM ADAT ISTIADAT KAMPUNG NAGA

          Masyarakat Kampung Naga yang hidup dalam keharmonisasian dengan alam, menjadikan akidah agama dan adat istiadat sebagai perisai dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Kultur budaya dan istiadat yang kental di Kampung Naga menjadikan koleksi budaya yang tak ternilai harganya bagi khasanah pariwisata Indonesia. Beberapa Upacara Adat unik dan menarik digelar setiap tahunnya. Berikut adalah Upacara Adat  yang masyarakat Kampung Naga sering selenggarakan:
1.      Menyepi
          Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
2.      Hajat Sasih
          Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
          Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
a.       Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
b.      Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
c.       Bulan Rewah (Sya’ban) pada tanggal 16, 17, 18
d.      Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
e.       Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12 
3.      Perkawinan
          Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai berikut:
upacara sawernincak endog (menginjak telur), buka pintungariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan.
4.      Kesenian
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong.
Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayangpencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Terdapat tiga pasangan kesenian di Kampung Naga diantaranya :
·         Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak terbatas biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha serta kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu.
·         Terebang Sejat, dimainkan oleh 6 orang dan dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan atau khitanan massal.
·         Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan dilaksanakan pada waktu khitanan massal.

2.2 SISTEM KEPERCAYAAN (RELIGI) MASYARAKAT KAMPUNG NAGA

Penduduk Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka
Masyarakat Sanaga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker. Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai[2], yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”)[3]. Kemudian “ririwa[4] yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut “kunti anak” yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atausanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna,Bumi ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga
Adapun upacara – upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Sanaga yang bertepatan dengan hari besar Islam yaitu :
·         Bulan Muharam untuk menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah
·         Bulan Maulud untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW
·         Bulan Jumadil Akhir untuk memperingati pertengahan bulan Hijriah
·         Bulan Nisfu Sya’ban untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan
·         Bulan Syawal untuk menyambut datangnya Idul Fitri
·         Bulan Zulhijah untuk menyambut datangnya Idul Adha

2.3 SISTEM HUKUM, POLITIK SERTA BAHASA YANG DI GUNAKAN DI KAMPUNG NAGA
            A. Sistem Hukum
Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki aturan hukum sendiri yang  tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat.
Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
B . Sistem Polik
Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh  ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
A.    Sistem Bahasa
Dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan bahasa Sunda Asli, hanya sebagian orang dalam arti yang duduk di pemerintahan. Adapula yang bisa berbahasa Indonesia itupun hanya digunakan apabila bercakap – cakap dengan wisatawan dari luar jawa barat.

2.4 Pengaruh Modernisasi Terhadap Keberadaan Kampung Naga
          Meskipun teknologi abad 21 menunjukkan perkembangan yang hebat, masyarakat yang mendiami kampung disebuah lembah di antara pegunungan dan sungai itu mempertahankan adat yang diamanatkan leluhur mereka. Ketika dibanyak tempat berbagai kemudahan informasi, transfortasi, dan berbagai peralatan canggih mudah ditemui, tidak demikian di Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga selalu mengikuti perkembangan, tetapi mereka selalu memfilternya, mana yang dapat diterima oleh mereka di masyarakat Kampung Naga. Tetapi kehidupan masyarakat kampung Naga untuk sekarang setelah aya melakukan penelitian pada tanggal 22 Oktober 2010 kehidupan mereka sudah banyak tersentuh arus modernisasi. Berikut contoh-contoh pengaruh modernisasi di berbagai bidang pada tatanan kehidupan masyarakat Kampung Naga:
A.    Bidang Mata Pencaharian Penduduk Kampung Naga
          Sebagian besar warga bertani, berkebun dan beternak ikan serta kambing. Selain pertanian, perkebunan dan peternakan, mereka pun mengerjakan kerajinan tangan seperti anyam-anyaman yang ternyata hasilnya tidak sekedar dijual kepada para pengunjung Kampung Naga saja, tetapi dijual ke berbagai daerah di luar Kampung Naga bahkan sampai ke luar negeri.
          Masyarakat Kampung Naga memang secara mayoritas berprofesi sebagai petani, namun untuk sekarang karena sudah tersentuh arus modernisasi sebagian masyarakat Kampung Naga ada yang merantau ke Jakarta dan Bali menjadi karyawan dan pedagang. Kadang mereka kembali setelah beberapa tahun dirantau atau pada saat idul fitri.
B.  Bidang Pendidikan
          Tingkat pendidikan di Kampung Naga yang dulunya kurang tersentuh  pendidikan tetapi sekarang ini perkembangan pendidikan masyarakat Kampung Naga sangat beraneka ragam. Ada yang mengejutkan dari tingkat pendidikan mereka. Ternyata masyarakat Kampung Naga ada yang berpendidikan sampai perguruan tinggi bahkan bekerja di jepang. Semua itu dengan biaya bea-siswa. Termasuk ketua adat Kang Ade yang memiliki gelar Drs. Tetapi memang mayoritas dari mereka berpendidikan sampai Sekolah Dasar dan SLTP.
C.  Bidang Teknologi
          Saat ini, kehidupan mereka sudah sangat dekat dengan kehidupan moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam.
          Meskipun masyarakat Naga tidak menerima aliran listrik, tetapi dari beberapa rumah penduduk telah berdiri tiang-tiang antenna Televisi. Meskipun Televisi yang digunakan memakai tenaga Accumulator sebagai pembangkit listriknya. Hal tersebut membuktikan masyarakat naga tidak sepenuhnya menutup diri terhadap globalisai.
D.  Bidang Kesenian
          Kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga memiliki pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan alat musik sejenis goong. Namun demikian untuk sekarang, warga Kampung Naga diperbolehkan menyaksikan pertunjukan Wayang atau kesenian lainnya seperti dangdut asal berada diluar Kampung Naga.
E.  Bidang Bahasa
          Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga sendiri adalah bahasa Sunda halus. Bahasa yang terlempar dari perkataan masyarakat Kampung Naga menguntai dengan tertata, halus dan penuh dengan makna tersirat. Meskipun bahasa yang diucapkan oleh orang Kampung Naga sudah jarang digunakan oleh masyarakat sunda umumnya, tetapi mereka sangat akrab dengan bahasa sunda tersebut. Dilain sisi setelah adanya pengaruh modernisasi masyarakat Kampung Naga mengenal bahasa Indonesia, tetapi tidak banyak masyarakat Kampung Naga yang bisa Menggunakan Bahasa Indonesia sendiri.

F.   Bidang Perilaku, Pakaian dan Alat Keseharian
          Karena pengaruh modernisasi pola perilaku masyarakat Kampung Naga telah bergeser, begitu pula dengan pakaian dan alat keseharian yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan hal tersebut disadari sebagai westernisai yang dibawa oleh Televisi salah satunya.






























BAB 3
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

          Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas areal kurang lebih 1,5 ha. Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan.
          Di luar itu semua, Kampung Naga pasti akan menyuguhkan nuansa lain dari Wisata Budaya manapun. keberadaan kampung Naga ibarat oase pada jaman yang semakin memiskinkan nilai-nilai. Kampung Naga sampai saat ini merupakan benteng bagi nilai-nilai tradisi dan kearifan budaya masyarakatnya.
          Arus modernisasi tidak bisa dihindari, cepat atau lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan kampung naga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di berbagai bidang di kehidupan masyarakat kampung naga yaitu bidang mata pencaharian, bidang pendidikan, bidang teknologi, bidang kesenian, bidang bahasa, dan bidang perilaku, pakaian dan alat keseharian. Bahkan yang paling menonjol adalah Saat ini,kehidupan masyarakat Kampung Naga sudah sangat dekat dengan kehidupan moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam.

3.2 Saran

a.       Kita harus banyak belajar lewat kesederhanaan, kebersahajaan dan solidaritas sosial warga Kampung Naga. Di tengah-tengah kehidupan yang sangat hedonis, memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai tradisi sosial yang semakin menggejala, dan persaingan hidup yang kadang melunturkan nilai kemanusiaan kita. Begitu banyak hal yang bisa diambil dari kehidupan masyarakat kampung Naga. Mulai dari hubungan kemasyarakatan, interaksi dengan alam, hingga pegangan bijak dari adat Naga. Semua itu tercermin dari budi yang luhur sebuah masyarakat sunda yang masih memegang teguh budayanya. Kita sudah sepatutnya mensyukuri keaneka ragaman budaya yang ada di nusantara. Selayaknya kita menghargai dan menjaga apa yang menjadi pegangan adat masyarakat kampung Naga.

b.      Kampung Naga dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang berhubungan dengan Budaya. Adat istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang oleh dunia, karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari budaya yang di turunkan oleh leluhurnya.


lAMPIRAN-LAMPIRAN



Berphoto di depan rumah salah satu penduduk
bersama pemandu (tour guid) dan juga dosen pembimbing




[1] Dina = terdapat , di . gawir = tebing curam.
[2] Artinya : hantu perairan
[3] Artinya : hantu danau
[4] Artinya : syetan/hantu, sosok yang menyeramkan
 


Tidak ada komentar: